Sabtu, 25 Juni 2016

Bahasa Isyarat BISINDO

Bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat penting bagi kehidupan manusia, melalui bahasa manusia dapat berinteraksi dengan manusia lainnya. Bahasa juga merupakan kunci penguasaan ilmu pengetahuan dimana ada proses pertukaran informasi yang dapat menambah pemahaman manusia akan sesuatu yang disampaikannya. 
Melalui bahasa manusia dapat saling berinteraksi dan menyampaikan tentang pemikiran dan keinginan. Pengertian Bahasa menurut (Depdiknas, 2005: 3) Bahasa pada hakikatnya adalah ucapan pikiran dan perasan manusia secara teratur, yang mempergunakan bunyi sebagai alatnya.
 Manusia diciptakan memiliki lima panca indra yang penting beberapa diantaranya adalah telinga dan mulut. Dalam mempelajari sebuah bahasa kedua indra ini sangat berpengaruh karena bahasa yang biasa kita gunakan mempunyai bunyi namun adapula bahasa yang tidak memilki bunyi yaitu Bahasa Isyarat. 
Bahasa isyarat merupakan salah satu masalah individu yang membantu komunikasi sesama penyandang tuna rungu dan tuna wicara atau antara orang normal dengan penyandang tuna rungu dan tuna wicara tersebut dalam berinteraksi dengan masyarakat yang lebih luas. Bentuk bahasa isyarat tersebut adalah tatanan yang sistematis tentang seperangkat isyarat jari, tangan dan berbagai gerak untuk melambangkan kosa kata bahasa Indonesia.
Tatanan sistematis tersebut mencakup segi kemudahan dan ketepatan pengungkapan makna isyarat yang akurat dan konsisten mewakili tata bahasa Indonesia dengan satu kata dasar atau imbuhan. Penyandang tuna rungu adalah sekelompok orang yang menggunakan bahasa isyarat, biasanya mengkombinasikan bentuk tangan, gerak tangan, lengan, dan tubuh, serta ekspresi wajah untuk mengungkapkan pikiran mereka.
Anak yang mengalami tuna rungu dari lahir tidak dapat mendengar sekaligus berbicara dan dapat menghambat kemampuan belajar anak tersebut. Secara umum tunarungu dikategorikan kurang dengar dan tuli, sebagaimana yang diungkap oleh Hallahan dan Kauffman (1991:26) bahwa tunarungu adalah suatu istilah umum yang menunjukan kesulitan mendengar yang meliputi seluruh kesulitan mendengar dari yang ringan sampai yang berat, digolongkan kedalam tuli dan kurang dengar.Secara fisik, anak tunarungu tidak berbeda dengan anak dengar pada umumnya, sebab orang akan mengetahui bahwa anak menyandang ketunarunguan pada saat berbicara, mereka berbicara tanpa suara atau dengan suara yang kurang atau tidak jelas artikulasinya, atau bahkan tidak berbicara sama sekali, mereka hanya berisyarat.
 Para orang tua yang memiliki anak tuli dapat tetap memberikan pelajaran atau ilmu kepada sang anak didalam keterbatasan yang dimilikinya sejak dini dan diharapkan dapat merangsang otak sang anak untuk tetap berfikir sehingga walaupun sang anak mengalami ketulian namun tidak kehilangan hak untuk mendapat pendidikan.
          Di Indonesia ada dua bahasa isyarat yang digunakan. Pertama, Sistem Bahasa Isyarat Indonesia atau SIBI. Kedua, Bahasa Isyarat Indonesia atau BISINDO. Dengan letak perbedaan yaitu SIBI merupakan bahasa isyarat yang diciptakan oleh Alm. Anton Widyatmoko mantan kepala sekolah SLB/B Widya Bakti Semarang bekerjasama dengan mantan kepala sekolah SLB/B di Jakarta dan Surabaya tanpa melalui musyawarah dan persetujuan dari Gerakan Kesejahteraan Tunarungu Indonesia atau GERKATIN yang pada akhirnya mengeluarkan sebuah produk kamus bernama SIBI.           SIBI tidak dapat digunakan dalam komunikasi sehari-hari penyandang tunarungu karena penerapan kosakata yang tidak sesuai dengan aspirasi dan nurani kaum tunarungu, terlebih penerapan bahasa yang terlalu baku dengan tata bahasa kalimat bahasa Indonesia yang membuat kesulitan kaum tunarungu untuk berkomunikasi. Kemudian dalam SIBI ditemukan banyak pengaruh alami, budaya, dan isyarat tunarungu dari luar negeri yang sulit dimengerti sehingga memang benar SIBI sulit dipergunakan oleh kaum tunarungu untuk berkomunikasi.

Berbeda dengan bahasa isyarat Indonesia (BISINDO) yang belakangan ini mulai diperjuangkan oleh Gerakan Kesejahteraan Tunarungu Indonesia (GERKATIN). BISINDO merupakan bahasa isyarat alami budaya asli Indonesia yang dengan mudah dapat digunakan dalam pergaulan isyarat kaum tunarungu sehari-hari.

Kecepatan dan kepraktisannya membuat kaum tunarungu lebih mudah memahami meski tidak mengikuti aturan bahasa Indonesia sebagaimana yang digunakan SIBI. Namun untuk mendapatkan buku pembelajaran bahasa isyarat ini masih susah dan hanya terbatas di sekolah luar biasa atau lembaga swadaya masyarakat. Hal ini dirasa kurang dan menyulitkan bagi orang tua yang ingin mengajarkan sang anak yang tuna rungu untuk belajar bahasa isyarat sejak dini.